Beberapa poin penting yang menjadi keputusan resmi organisasi KAHMI adalah; Pertama, Saut Situmorang harus minta maaf kepada HMI melalui media massa cetak dan elektronika nasional selama 5 hari berturut-turut. 

    Kedua, Saut Situmorang harus mundur dari jabatan pimpinan KPK. Ketiga, KAHMI akan menempuh upaya; melaporkan ke Majelis Kode Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menempuh upaya hukum serta melaporkan ke Mabes Polri.

    Ketidaketisan dari pernyataan seorang Saut dalam pandangan HMI, alumni HMI dan berbagai tokoh nasional ini memang cukup beralasan. Saut seolah-olah telah beralih wujud dari seorang praktisi -- yang mestinya bekerja melakukan sosialisasi atau kerja pemberantasan korupsi -- menjadi seorang pengamat politik atau pengamat pemberantasan korupsi. 
    Pandangannya seperti memuat semacam sinyal. Entah apa. Tapi yang jelas, indikasi penyudutan nama HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) oleh Saut, memang perlu mendapat penyikapan yang serius.

    Pertama, penyebutan HMI dalam konteks pembicaraan Saut Situmorang memang sangat merugikan nama baik HMI. Kedua, publik jadi menarik seluruh hal yang bertalian dengan pribadi Saut dan latar belakangnya dan dihubung-hubungkan dengan masalah ini; seperti latar belakang Saut yang mantan Staf Ahli BIN dan pernyataannya yang tak mau mengusut kasus Century; kasus yang sedikit-banyak bertalian dengan persinggungan senior HMI dengan tokoh politik lain dalam sebuah partai.

    Lalu yang ketiga, dalam beberapa tahun terakhir, memang seperti ada upaya pengkerdilan dan pelecehan nilai-nilai Islami dan karakter aktivis Islam, baik secara personal maupun kelembagaan. Caranya dilakukan dengan pembunuhan karakter yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Baik lewat kasus hukum atau media yang lain. Dan kasus Saut seperti menjadi bandul pengingat itu semua.

    Bambang Prayitno
    Oleh: Bambang Prayitno (Anggota Keluarga Alumni KAMMI)

    Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diguncang gempa. Seluruh aktivis dan seniornya tersentak. Terperanjat dan goyah. Berderak tak seimbang. Semua gara-gara ketidakhati-hatian. Adalah Thony Saut Situmorang, mantan Staf Ahli Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang kini menjadi pimpinan KPK, yang menyalakan ledakan kali pertama. 

    Saat ia menjadi narasumber 'Harga Sebuah Perkara' di stasiun TVOnepada Kamis 5 Mei 2016, di sanalah Saut menceritakan tentang perilaku korupsi dan kejahatan dengan orang cerdas.

    Naifnya, Saut menyebut nama organisasi dan jenjang pengkaderannya sebagai tamsil. Ia dengan lugas mengatakan;"mereka orang-orang cerdas ketika mahasiswa, kalau HMI minimal LK 1. Tapi ketika menjadi pejabat mereka korup dan sangat jahat". 
    Perumpamaan yang sekilas mengalir biasa saja. Jika ditilik lebih dalam, sungguh menjadi tak etis lagi karena begitu terdengar tendensius. Apalagi yang mengucapkannya adalah pimpinan KPK, dimana lembaga dengan seluruh pandangannya melekat padanya.

    Seketika setelah gempa itu, seluruh pengurus HMI dan alumni HMI dari berbagai latar, mengecam dan membuat serangkaian rencana untuk Saut. Tak kurang Machfud MD dan Hamdan Soelva serta Dien Syamsuddin juga turut bersuara. 

    Sementara dalam Rakornas III KAHMI 2016 di Jawa Barat pada 4-6 Mei 2016 yang diikuti oleh peserta dari Majelis Nasional, Wilayah dan Daerah KAHMI, salah satu bahasan pentingnya adalah soal pernyataan Saut ini.


    ,

    Yance - Mantan Bupati Indramayu 2 Periode
    Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) belum akan mengekesekusi mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin alias Yance dengan dalih belum menerima salinan putusan. Padahal di banyak kasus, jaksa mengeksekusi berdasarkan petikan putusan. Prosedur terhadap Yance mengingatkan kepada kasus Satono. 

    Dalam catatan detikcom, Selasa (10/5/2016), Satono merupakan Bupati Lampung Timur yang divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Tanjungkarang pada November 2011 dan jaksa mengajukan kasasi. Satono tidak terima dengan kasasi itu dan menggugat KUHAP ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena menilai vonis bebas tidak bisa diajukan banding dan kasasi. Gugatan ini kandas.

    Nasib Satono berubah saat Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi jaksa. Pada Maret 2015, MA menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara atau 3 tahun lebih lama dari tuntutan jaksa. Satono dinyatakan terbukti membobol kas APBD Lampung Timur sebesar Rp 119 miliar untuk kepentingan pribadi.

    Mendapati vonis ini, jaksa bukannya buru-buru mengeksekusi Satono tetapi mengirim dua kali surat panggilan ke Satono. Dalam suratnya, jaksa meminta Satono menyerahkan diri secara sukarela. Mendapati surat itu, Satono memilih kabur daripada harus hidup di penjara selama 15 tahun lamanya. Hingga saat ini, Satono hilang bak ditelan bumi dan jaksa belum bisa mengendus keberadannya.

    Setali tiga uang dengan Satono, jaksa masih menunggu salinan putusan MA untuk mengeksekusi Yance. Salinan putusan adalah lembaran putusan yang sesuai aslinya, sedangkan petikan putusan adalah ringkasan amar putusan yang berisi identitas terdakwa dan biasanya terdiri dari 2 lembar.  

    "Kami masih menunggu salinan putusan," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Amir Yanto.

    Soal selisih paham antara salinan putusan dan petikan putusan dinilai sudah tidak relevan lagi. Menurut juru bicara Mahkamah Agung (MA) hakim agung Suhadi, petikan putusan sudah bisa dijadikan payung hukum untuk mengeksekusi terdakwa. Hal ini dikuatkan dengan Surat Edaran Jaksa Agung yang menyatakan petikan putusan bisa dijadikan dasar mengeksekusi.

    "Petikan putusan sudah bisa dieksekusi," cetus Suhadi.


    Standar prosedur terhadap Yance berbeda dengan yang diterima dua terpidana Ferdinand Tjiong dan Neil Bantleman dalam kasus pelecehan JIS. Dalam hitungan jam, jaksa kembali menjebloskan keduanya ke dalam penjara beberapa jam setelah vonis kasasi diketok. Bahkan Neil dibekuk tengah malam di kontrakannya. Jaksa melakukannya bermodal petikan putusan, bukan salinan putusan. Jaksa juga tidak mengirim surat kepada keduanya untuk sukarela menyerahkan diri untuk mau menghuni penjara selama 11 tahun.

    Jaksa juga cepat meringkus Pollycarpus usai mendengar pembunuh Munir itu dihukum oleh Mahkamah Agung (MA). Bermodal salinan petikan itu, Pollycarpus dibekuk dan dieksekusi ke penjara pada pukul 02.00 WIB dini hari. 

    Begitu juga dalam kasus eksekusi mati Zainal Abidin. Peninjauan Kembali (PK) Zainal Abidin ditolak MA dalam sidang majelis PK yang digelar pada 27 April 2015. MA lalu segera mengirim petikan putusan ke jaksa dan Zainal lalu dieksekusi mati keesokan harinya di Pulau Nusakambangan, tanpa harus menunggu salinan putusan.

    Yance dihukum 4 tahun penjara di tingkat kasasi pada akhir April lalu. Sebelumnya ia divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Bandung. Di manakah Yance sekarang? Keberadaan Yance sendiri hingga kini masih misterius. Wakil Ketua DPRD Jawa Barat itu tidak masuk kerja dan tidak tampak di kantornya pada Senin (9/5) kemarin. 
    (asp/dhn)

    Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani didampingi Menkumham Yasonna H Laoly dan Menteri Kesehatan menjelaskan hasil rapa koordinasi tentang hukuman terhadap pelaku perkosaan dan kekerasan terhadap anak di Jakarta, Selasa (10/5) (istimewa)
    Jakarta - Pemerintah sepakat untuk memperberat hukuman bagi pemerkosa, khususnya pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
    Hal itu dikatakan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani seusai memimpin rapat koordinasi tingkat menteri terkait rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak.
    Rakor dihadiri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek, serta perwakilan dari Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) dan Polri.
    "Semua kementerian/lembaga sudah sepakat bahwa akan diberikan pemberatan hukuman maksimal kepada para pelaku pemerkosaan atau pencabulan," terang Puan di Jakarta, Selasa (10/5).
    Selain pemberatan kepada pelaku, rakor juga menyepakati untuk dilakukannya publikasi identitas pelaku kepada masyarakat umum. Melalui publikasi identitas ini diharapkan pelaku mendapatkan efek jera karena mendapatkan hukuman sosial.
    "Pelaku akan dilakukan publikasi identitas sehingga publik tahu. Akan diiumumkan bahwa pelaku telah melakukan tindakan asusila, bahwa orang tersebut telah melakukan hal di luar kemanusiaan," jelasnya.
    Meski diberikan pemberatan hukuman dan hukuman sosial, lanjut Puan, hasil rakor juga menyepakati bersama akan tetap memberikan pendampingan atau rehabilitas terhadap pelaku selama menjalani masa hukuman. Pendampingian dan rehabilitasi ini dimaksudkan menyadarkan pelaku dari tindak kejahatan yang telah dilakukannya.
    Hasil rakor ini disampaikan Puan akan segera disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Selanjutnya Kemenko PMK menunggu arahan lebih lanjut dari draft yang diusulkan, apakah nantinya diterima atau perlu direvisi lagi.
    Menkumham Yasonna Laoly menambahkan, hasil rakor kali ini nantinya disampaikan kepada Presiden Jokowi untuk kemudian dibahas di rapat terbatas. Diakuinya, ada beberapa poin yang belum sepenuhnya diputuskan dalam rakor. Salah satunya menyangkut penggunaan zat kimia atau kebiri kimia bagi pelaku asusila.
    "Ada faktor-faktor negatif yang belum dapat kita putuskan kesempatan ini. Ada dokter ahli kejiwaan, ahli andrologi, bahwa mereka melihat ini bukan hal yang tepat," katanya.
    Kemenkumham juga mempertimbangkan perspektif HAM berikut kemungkinan Perppu nantinya diuji di Mahkamah Konstitusi setelah diundangkan pemerintah. Berbagai perspektif ini akan dimatangkan lebih lanjut dalam rapat terbatas.
    Asni Ovier/AO
    BeritaSatu.com

    Ilustrasi tambang timah (Istimewa)
    Jakarta - Asosiasi Eksportir Timah mengungkapkan indikasi penyelundupan timah ke luar negeri mencapai 19,5 juta ton hingga akhir 2015. Penyelundupan dilakukan perusahaan yang tidak mengantongi izin ekspor dari pemerintah.
    Ketua Umum Asosiasi Eksportir Timah Jabin Sufianto mengatakan data ekspor timah dari Kementerian Perdagangan hingga akhir 2015 mencapai 70.000 ton. Namun dari data yang dihimpun asosiasi, jumlah timah yang dikirim ke luar negeri lebih dari data yang dicatat pemerintah.
    "Penyelundupan masih marak di 2015 yang mencapai 19,5 juta ton. Indikasi kebocoran lebih banyak dari perusahaan yang tidak memiliki izin ekspor," kata Jabin di Jakarta, Senin (9/5).
    Jabin menuturkan, pihaknya mengumpulkan data dari negara tetangga tujuan ekspor timah seperti Malaysia, Thailand dan Tiongkok. Hasil penelusuran itu mengungkap fakta masih banyak penambang timah dari Bangka yang memasok. Namun sayangnya dia enggan mengungkap perusahaan yang melakukan ekspor ilegal tersebut.
    Lebih lanjut dia menyayangkan audit fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) timah yang dilakukan pemerintah. Pasalnya, audit hanya menyasar perusahaan smelter yang memiliki lisensi ekspor. "Audit hanya lebih ke kapasitas smelter dan ekspor saja," ujarnya.

    Rangga Prakoso/WBP
    BeritaSatu.com

    Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjawab pertanyaan wartawan saat memenuhi panggilan pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/5). KPK memeriksa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebagai saksi kasus dugaan suap dalam pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta dengan tersangka mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. (Antara/Hafidz Mubarak)

    Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pantai Utara Jakarta. Ahok diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan anggota DPRD DKI M. Sanusi, Presdir PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, serta Personal Assistant Agung Podomoro Land, Trinanda Prihantoro.
    Pemeriksaan terhadap Ahok merupakan yang pertama kali dalam kasus suap Raperda. Tiba mengenakan batik cokelat di Kantor KPK, Jakarta, sekitar pukul 09.30 WIB, Ahok tidak banyak berbicara ketika ditanyai wartawan. Dia lebih memilih untuk menyelesaikan pemeriksaan terlebih dulu sebelum memberikan pernyataan.
    "Nanti ya," ujar Ahok sambil berjalan memasuki lobi kantor KPK, di Jakarta, Selasa (10/6) pagi.
    Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, penyidik KPK bakal menggali tentang perizinan reklamasi dan latar belakang penetapan besaran kontribusi.
    "Ahok akan dimintai keterangan tentang proses pembahasan Raperda, latar belakang penetapan besaran kontribusi dan perizinan reklamasi yang dikeluarkan selama dia menjabat," kata Yuyuk.
    Cari Bukti
    Dalam perkembangan penanganan perkara suap Raperda, kata Yuyuk, KPK masih mencari bukti untuk menetapkan tersangka baru. Namun dia tidak menanggapi ketika disinggung apakah keterangan yang disampaikan Ahok nantinya bakal mengarah pada tersangka baru.
    Yuyuk mengatakan, belum adanya tersangka baru dalam kasus ini bukan berarti KPK mengalami hambatan.
    "Kalau belum ada penetapan tersangka baru tidak berarti ada hambatan, tetapi memang penyidik belum menemukan bukti yang cukup untuk penetapan tersangka baru," jelasnya.
    Dalam kasus ini, selain memeriksa banyak petinggi Podomoro Land, bos Agung Sedayu Group Aguan Sugianto, KPK juga bolak-balik memanggil Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik dan Staf Khusus Ahok Sunny Tanuwidjaja.
    Erwin C Sihombing/FMB
    Suara Pembaruan


Top